Selasa, 31 Maret 2015
Senin, 30 Maret 2015
PENYAKIT DIFTERI
Difteri
menyerang selaput lendir pada hidung serta tenggorokan dan terkadang dapat
memengaruhi kulit. Penyakit ini sangat menular dan termasuk infeksi serius yang
dapat mengancam jiwa jika tidak segera ditangani.
Difteri disebabkan oleh dua jenis bakteri, yaitu Corynebacterium
diphtheriae dan Corynebacterium ulcerans. Masa inkubasi (saat
bakteri masuk ke tubuh sampai gejala muncul) penyakit ini umumnya dua hingga
lima hari. Gejala-gejala yang mengindikasikan penyakit ini meliputi:
- Terbentuknya membran abu-abu yang menutupi tenggorokan dan amandel.
- Demam dan menggigil.
- Sakit tenggorokan dan suara serak.
- Sulit bernapas atau napas yang cepat.
- Pembengkakan kelenjar limfa pada leher.
- Lemas dan lelah.
- Hidung beringus. Awalnya cair, tapi lama-kelamaan menjadi kental dan terkadang berdarah.
Difteri
juga terkadang dapat menyerang kulit dan menyebabkan bisul. Bisul-bisul
tersebut akan sembuh dalam beberapa bulan, tapi biasanya akan meninggalkan
bekas pada kulit.
Segera
periksakan diri ke dokter jika Anda atau anak Anda menunjukkan gejala-gejala di
atas. Penyakit ini harus diobati secepatnya untuk mencegah komplikasi.
Penularan Difteri
Penyebaran
bakteri difteri dapat terjadi dengan mudah dan yang utama adalah melalui udara
saat seorang penderita bersin atau batuk. Selain itu, ada beberapa metode
penularan lain yang perlu diwaspadai. Antara lain melalui:
- Barang-barang yang sudah terkontaminasi oleh bakteri, misalnya mainan atau handuk.
- Sentuhan langsung pada bisul akibat difteri di kulit penderita. Penularan ini umumnya terjadi pada penderita yang tinggal di lingkungan yang padat penduduk dan kebersihannya tidak terjaga.
- Kontak langsung dengan hewan-hewan yang sudah terinfeksi, misalnya sapi.
- Meminum susu yang belum melalui proses pasteurisasi atau sterilisasi.
- Makanan yang terbuat dari susu yang belum melalui proses pasteurisasi atau sterilisasi.
Bakteri
difteri akan memproduksi toksin yang akan membunuh sel-sel dalam tenggorokan.
Sel-sel yang mati tersebutlah yang akan membentuk membran abu-abu pada
tenggorokan. Di samping itu, toksin juga dapat menyebar lewat darah dan
menyerang jantung serta sistem saraf.
Orang
yang sudah menerima vaksinasi masih bisa terinfeksi penyakit ini. Namun mereka
biasanya tidak menunjukkan gejala saat sedang terinfeksi. Tetapi Anda harus
tetap waspada karena mereka juga dapat menularkan difteri.
Diagnosis dan Langkah Pengobatan
Difteri
Diagnosis
awal difteri biasanya terlihat dari gejalanya, misalnya sakit tenggorokan yang
disertai pembentukan membran abu-abu. Dokter juga dapat mengambil sampel dari
lendir di tenggorokan, hidung, atau bisul untuk diperiksa di laboratorium.
Jika
seseorang diduga tertular difteri, dokter akan segera memulai penanganan,
bahkan sebelum ada hasil laboratorium. Dokter akan menganjurkannya untuk
menjalani perawatan dalam ruang isolasi di rumah sakit. Lalu langkah pengobatan
akan dilakukan dengan dua jenis obat, yaitu antibiotik dan antitoksin.
Antibiotik
akan membantu tubuh untuk membunuh bakteri dan menyembuhkan infeksi. Dosis
penggunaan antibiotik tergantung pada tingkat keparahan gejala dan lama pasien
menderita difteri.
Sebagian
besar penderita tidak akan menularkan bakteri difteri lagi setelah meminum
antibiotik selama dua hari. Tetapi sangat penting bagi mereka untuk tetap
menyelesaikan proses pengobatan antibiotik sesuai anjuran dokter, yaitu selama
dua minggu. Penderita kemudian akan menjalani pemeriksaan laboratorium. Jika
bakteri difteri masih ditemukan dalam tubuh pasien, dokter akan melanjutkan
penggunaan antibiotik selama 10 hari.
Sementara
antitoksin berfungsi untuk menetralisasi toksin atau racun difteri yang
menyebar dalam tubuh. Sebelum memberikan antitoksin, dokter biasanya akan
mengecek apakah pasien memiliki alergi terhadap obat tersebut atau tidak. Jika
terjadi reaksi alergi, dokter akan memberikan antitoksin dengan dosis rendah
dan perlahan-lahan meningkatkannya sambil melihat perkembangan kondisi pasien.
Bagi
penderita yang mengalami kesulitan bernapas karena hambatan membran abu-abu
dalam tenggorokan, dokter akan menganjurkan proses pengangkatan membran.
Sedangkan penderita difteri dengan gejala bisul pada kulit dianjurkan untuk
membersihkan bisul dengan sabun dan air secara seksama.
Selain
penderita, orang-orang yang berada di dekatnya juga disarankan untuk
memeriksakan diri ke dokter karena penyakit ini sangat mudah menular. Misalnya,
keluarga yang tinggal serumah atau petugas medis yang menangani pasien difteri.
Dokter
akan menyarankan mereka untuk menjalani tes dan memberikan antibiotik.
Terkadang vaksin difteri juga kembali diberikan jika dibutuhkan. Hal ini
dilakukan guna meningkatkan proteksi terhadap penyakit ini.
Komplikasi Difteri
Pengobatan
difteri harus segera dilakukan untuk mencegah penyebaran sekaligus komplikasi
yang serius, terutama pada penderita anak-anak. Diperkirakan hampir satu dari
lima penderita difteri balita dan berusia di atas 40 tahun yang meninggal dunia
diakibatkan oleh komplikasi.
Jika
tidak diobati dengan cepat dan tepat, toksin dari bakteri difteri dapat memicu
beberapa komplikasi yang berpotensi mengancam jiwa. Beberapa di antaranya
meliputi:
- Masalah pernapasan. Sel-sel yang mati akibat toksin yang diproduksi bakteri difteri akan membentuk membran abu-abu yang dapat menghambat pernapasan. Partikel-partikel membran juga dapat luruh dan masuk ke paru-paru. Hal ini berpotensi memicu inflamasi pada paru-paru sehingga fungsinya akan menurun secara drastis dan menyebabkan gagal napas.
- Kerusakan jantung. Selain paru-paru, toksin difteri berpotensi masuk ke jantung dan menyebabkan inflamasi otot jantung atau miokarditis. Komplikasi ini dapat menyebabkan masalah, seperti detak jantung yang tidak teratur, gagal jantung dan kematian mendadak.
- Kerusakan saraf. Toksin dapat menyebabkan penderita mengalami masalah sulit menelan, masalah saluran kemih, paralisis atau kelumpuhan pada diafragma, serta pembengkakan saraf tangan dan kaki. Masalah saluran kemih dapat menjadi indikasi awal dari kelumpuhan saraf yang akan memengaruhi diagfragma. Paralisis ini akan membuat pasien tidak bisa bernapas sehingga membutuhkan alat bantu pernapasan atau respirator. Paralisis diagfragma dapat terjadi secara tiba-tiba pada awal muncul gejala atau berminggu-minggu setelah infeksi sembuh. Karena itu, penderita difteri anak-anak yang mengalami komplikasi apa pun umumnya dianjurkan untuk tetap di rumah sakit hingga 1,5 bulan.
- Difteri hipertoksik. Komplikasi ini adalah bentuk difteria yang sangat parah. Selain gejala yang sama dengan difteri biasa, difteri hipertoksik akan memicu pendarahan yang parah dan gagal ginjal. Sebagian besar komplikasi ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae.
Pencegahan Difteri dengan Vaksinasi
Langkah
pencegahan paling efektif untuk penyakit ini adalah dengan vaksin. Pencegahan
difteri tergabung dalam vaksin DPT. Vaksin ini meliputi difteri, tetanus, dan
pertusis atau batuk rejan.
Vaksin
DPT adalah salah satu dari lima imunisasi wajib bagi anak-anak di Indonesia.
Pemberian vaksin ini dilakukan lima kali pada saat anak berusia dua bulan,
empat bulan, enam bulan, 1,5-2 tahun, dan lima tahun.
Perlindungan
tersebut umumnya dapat melindungi anak terhadap difteri seumur hidupnya. Tetapi
vaksinasi ini dapat diberikan kembali pada saat anak memasuki masa remaja atau
tepatnya saat berusia 11-18 tahun untuk memaksimalisasi keefektifannya.
Penderita
difteri yang sudah sembuh juga disarankan untuk menerima vaksin karena tetap
memiliki risiko untuk kembali tertular penyakit yang sama.
KEPALA BAYI
KEPALA BAYI
A.
Ukuran
– ukuran Kepala Janin
Kepala
janin Merupakan bagian tubuh yang paling besar dan paling keras yang akan
dilahirkan.
Besar dan posisi kepala janin akan sangat menentukan dan mempengaruhi jalannya persalinan.
Trauma pada kepala bayi selama persalinan dapat mempengaruhi kehidupannya : hidup sempurna, cacat, atau meninggal. Kepala secara garis besar dapat dibagi menjadi tulang-tulang tengkorak (kranium), tulang-tulang dasar tengkorak (basis kranii) dan tulang-tulang muka. Tulang tengkorak (kranium) bayi paling menentukan keberhasilan proses persalinan pervaginam, karena daerahnya relatif paling luas dan mengalami kontak langsung dengan jalan lahir.
Besar dan posisi kepala janin akan sangat menentukan dan mempengaruhi jalannya persalinan.
Trauma pada kepala bayi selama persalinan dapat mempengaruhi kehidupannya : hidup sempurna, cacat, atau meninggal. Kepala secara garis besar dapat dibagi menjadi tulang-tulang tengkorak (kranium), tulang-tulang dasar tengkorak (basis kranii) dan tulang-tulang muka. Tulang tengkorak (kranium) bayi paling menentukan keberhasilan proses persalinan pervaginam, karena daerahnya relatif paling luas dan mengalami kontak langsung dengan jalan lahir.
Ukuran-ukuran
diameter kepala bayi yang menentukan di antaranya :
1.
Presentasi
Belakang Kepala, Kepala melewati vulva dengan diameter sub mentobregmantika (
9,5 cm ).
2.
Presentasi Puncak Kepala, Diameter yang
berperan Diameter Oksipito Frontalis ( ±11,5cm).
3.
Presentasi
Dahi, Diameter Oksipitomentalis ( ±13 cm).
4.
Presentasi
Muka, Diameter Submentobregmantika ( 9,5 cm).
5.
Diameter
Biparietalis, Ukuran lintang antara os parietal kanan / kiri.
6.
Diameter
Bitemporalis, Ukuran lintang terkecil antara 2 temporalis (±8cm)
Ukuran-ukuran
sirkumferensia / lingkar kepala bayi :
1.
Sirkumferensia
Suboksipito-bregmatika ( 32 cm)
2.
Sirkumferensia
Oksipito-frontalis ( 34 cm)
3.
Sirkumferensia
Mento oksipitalis ( 35 cm)
4.
Sirkumferensia Submento-bregmatikus ( 32 cm)

B.
Bidang
Hodge
Hodge, menemukan bidang-bidang lain dalam panggul untuk mengetahui
seberapa jauh penurun kepala pada panggul yang dikenal dengan Bidang Hodge.
Beliau juga mengajarkan pelajaran kebidanan tentang letak verteks/letak belakang
kepala, mekanisme letak sungsang, pemasangan forsep, dan mengubah letak kepala
dengan tangan sebelum memasang cunam.

Bidang
Hodge dipelajari untuk menentukan sampai
di mana bagian terendah janin turun ke dalam panggul pada persalinan dan
terdiri atas empat bidang:
1. Bidang Hodge I: bidang yang
dibentuk pada lingkaran PAP dengan bagian atas symphisis dan promontorium.
2. Bidang Hodge II: bidang ini sejajar
dengan bidang Hodge I terletak setinggi bagian bawah symphisis.
3. Bidang Hodge III: bidang ini
sejajar dengan bidang Hodge I dan II, terletak setinggi spina isciadika kanan
dan kiri.
4. Bidang Hodge IV: bidang ini
sejajar dengan bidang Hodge I, II, dan III, terletak setinggi os koksigeus.
C.
Sutura
Sutura adalah batas antara 2 tulang,
sedangkan fontanella merupakan antara sudut – sudut tulang terdapat ruang
ditutup dengan membran.
Beberapa sutura pada tengkorak :
·
Sutura
Sagitalis Superior, yang menghubungkan kedua ossis parietalis kiri dan kanan
·
Sutura
Koronaria, yang menghubungkan os parietalis dengan os frontalis
·
Sutura
Lamboidea , yang menghubungkan os parietalis dengan os oksipitalis
·
Sutura
Frontalis, yang menghubungkan kedua ossis frontalis.
Terdapat 2 fontanella ( Ubun – ubun)
yaitu :
·
Fontanella
Minor ( Ubun-ubun Kecil), berbentuk segitiga, dan terdapat ditempat sutura
sagitalis superior bersilang dengan sutura lamboidea.
·
Fontanella
Mayor (Ubun-ubun Besar), berbentuk segiempat panjang, terdapat ditempat sutura
sagitalis superior dan sutura frontalis bersilang dengan sutura koronaria.
D.
Molase
Kepala Janin
Adalah perubahan bentuk kepala sebagai akibat penumpukan tulang tengkorak
yang saling overlapping satu sama lain karena belum menyatu dengan kokoh dan
memungkinkan terjadinya pergeseran sepanjang garis sambungnya. Molase (Molding)
melibatkan seluruh tengkorak kepala, dan merupakan hasil dari tekanan yang
dikenakan atas kepala janin oleh struktur jalan lahir ibu. Sampai batas-batas
tertentu, molase akan memungkinkan diameter yang lebih besar bisa menjadi lebih
kecil dan dengan demikian bisa sesuai melalui panggul ibu.
Molase ( penyusupan ) adalah indikator penting
tentang seberapa jauh kepala janin dapat menyesuaikan diri dengan bagian atas
panggul ibu. Tulang kepala yang saling menyusup / tumpang tindih menunjukan
kemungkinan adanya disproporsi tulang panggul ( Chepalo Pelvic Disproportion )
CPD.
Setiap kali melakukan pemeriksaan
dalam, nilai penyusupan kepala janin, temuan
dicatat pada partograf dengan lambang :
0
: Tulang – tulang kepala janin
terpisah, sutura dengan mudah dipalpasi.
1
: Tulang – tulang kepala janin
tumpang tindih, tetapi masih dapat dipisahkan.
2
: Tulang – tulang kepala janin
hanya saling bersentuhan.
3
: Tulang – tulang kepala janin
tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan.
Minggu, 29 Maret 2015
SDIDTK
SDIDTK
(Stimulasi, Deteksi dan
Intervensi Dini Tumbuh Kembang )
A. Pengertian SDIDTK
SDIDTK adalah pembinaan tumbuh kembang anak secara komprehensif dan
berkualitas melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi dini
penyimpangan tumbuh kembang pada masa 5tahun pertama kehidupan . Diselenggarakan
dalam bentuk kemitraan antara : keluarga, masyarakat dengan tenaga professional
(kesehatan, pendidikan dan sosial).
Indikator keberhasilan
program SDIDTK adalah 90% balita dan anak prasekolah terjangkau oleh kegiatan
SDIDTK pada tahun 2010.
Tujuan agar semua
balita umur 0–5 tahun dan anak prasekolah umur 5-6 tahun tumbuh dan berkembang
secara optimal.
B. Kegiatan SDIDTK yang meliputi:
- Stimulasi dini yang memadai, yaitu merangsang otak balita agar perkembangan kemampuan gerak, bicara, bahasa, sosialisasi dan kemandirian anak berlangsung secara optimal sesuai usia anak.
- Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dan perkembangan, yaitu melakukan skrining atau mendeteksi sejak dini terhadap kemungkinan adanya penyimpangan tumbuh kembang anak balita.
- Intervensi dini, yaitu melakukan koreksi dengan memanfaatkan plastisitas otak anak untuk memperbaiki bila ada penyimpangan tumbuh kembang dengan tujuan agar pertumbuhan dan perkembangan anak kembali kejalur normal dan penyimpangannya tidak menjadi lebih berat.
- Rujukan dini, yaitu merujuk/membawa anak ke fasilitas kesehatan bila masalah penyimpangan tumbuh kembang tidak dapat diatasi meskipun sudah dilakukan intervensi dini.
C. Umur anak dalam pendeteksian (SDIDTK)
Tidak
semua umur anak bisa dilakukan pendeteksian. Anak bisa dideteksi ketika
menginjak umur 0 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, 12 bulan, 15 bulan, 18
bulan, 21 bulan, 24 bulan, 30 bulan, 36 bulan, 42 bulan, 48 bulan, 54 bulan, 60
bulan, 66 bulan, dan 72 bulan. Usia ini adalah standar usia yang telah ditetapkan.
Jadawal atau waktu
pendeteksian anak yaitu :
- Anak umur 0 - 1 tahun = 1 bulan sekali
- Anak umur > 1 - 3 tahun = 3 bulan sekali
- Anak umur > 3 - 6 tahun = 6 bulan sekali
Jika umur si anak belum
menginjak usia standar pemeriksaan maka jangan dilakukan pendeteksian, namun
tunggu si anak mencapai usia yang ditentukan. Misal jika si anak lahir tanggal
12 Agustus 2009, maka waktu yang tepat untuk pendeteksiannya adalah :
- Hitung umur si anak saat ini, dalam contoh anak lahir tanggal 12 Agustus 2009 maka saat ini (12 Juni 2013) usia si anak adalah 46 bulan. Dalam standar usia pendeteksian, 46 bulan tidak termasuk standar usia pendeteksian, sedangkan menurut standar usia adalah 48 bulan. Maka si anak baru bisa di deteksi 2 bulan kedepan atau 60 hari kedepan yaitu pada tanggal 11 atau 12 Agustus 2013.
- Satu bulan dihitung 30 hari.
- Toleransi kelebihan usia anak pada saat pendeteksian dari usia standar adalah 29 hari kedepan.
D. Stimulasi Dini Tumbuh Kembang Anak
Stimulasi dini adalah kegiatan merangsang kemampuan dasar anak usia 0-6
tahun agar anak mencapai tumbuh kembang yang optimal sesuai potensi yang
dimilikinya. Anak usia 0-6 tahun perlu mendapatkan stimulasi rutin sedini
mungkin dan terus-menerus pada setiap kesempatan. Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan
penyimpangan tumbuh-kembang yang bahkan dapat menyebabkan gangguan yang
menetap. Stimulasi kepada anak hendaknya bervariasi dan ditujukan terhadap
kemampuan dasar anak yaitu: kemampuan gerak kasar, kemampuan gerak halus,
kemampuan bicara dan bahasa, kemampuan sosialisasi dan kemandirian, kemampuan
kognitif, kreatifitas dan moral-spiritual.
Siapa yang melakukan
stimulasi?
Stimulasi perlu dilakukan menurut aturan yang benar seperti anjuran para
ahli, stimulasi yang salah dapat menyebabkan pembentukan anak yang menyimpang.
Oleh karena itu stimulasi sebaiknya dilakukan oleh orang-orang terdekat dengan
anak yang telah mendapat pengertian tentang cara memberi stimulasi yang benar,
misal: ayah, ibu, pengasuh, anggota keluarga lain, petugas kesehatan dan kelompok
masyarakat tertentu, misal kader kesehatan atau kader pendidikan.
Prinsip-prinsip dasar dalam menstimulasi anak
Dalam melakukan
stimulasi tumbuh kembang anak, ada beberapa prinsip dasar yang perlu
diperhatikan para pendidik, pengasuh dan orang tua, yaitu:
- Stimulasi dilakukan dengan cara-cara yang benar sesuai petunjuk tenaga kesehatan yang menangani bidang tumbuh kembang anak.
- Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang terhadap anak.
- Selalu menunjukkan perilaku yang baik karena anak cenderung meniru tingkah laku orang-orang terdekat dengannya.
- Berikan stimulasi sesuai kelompok umur anak.
- Dunia anak dunia bermain, oleh karena itu lakukanlah stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi dan variasi lain yang menyenangkan, tanpa paksaan dan hukuman.
- Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak.
- Menggunakan alat bantu/alat permainan yang sederhana, aman dan ada disekitar kita.
- Anak laki-laki dan perempuan diberikan kesempatan yang sama.
Jenis Skrining /
Deteksi Dini Penyimpangan Tumbuh Kembang
Jenis
kegiatan deteksi atau disebut juga
skrining, dalam SDIDTK adalah sebagai berikut :
1.
Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan dengan cara mengukur Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB) dan Lingkar Kepala (LK).
2.
Deteksi dini penyimpangan perkembangan yaitu meliputi
·
Pendeteksian
menggunakan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)
·
Tes Daya Lihat (TDL)
·
Tes Daya Dengar (TDD)
3. Deteksi dini
penyimpangan mental emosional yaitu menggunakan :
·
Kuesioner Masalah
Mental Emosional (KMME)
·
Check List for Autism
in Toddlers (CHAT) atau Cek lis Deteksi Dini Autis
·
Gangguan Pemusatan
Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
Untuk lebih jelasnya
hubungan antara umur anak dan jenis skrining/pendeteksian dini dari
penyimpangan tumbuh kembang dapat dilihat pada gambar berikut :
![]() |
a)
Deteksi penyimpangan perkembangan anak menggunakan Kuesioner Pra
Skrining Perkembangan (KPSP).
Ø Tujuan deteksi/skrining ini untuk mengetahui
apakah perkembangan anak normal atau tidak.
Ø Jadwal skrining KPSP rutin dilakukan pada
saat umur anak mencapai 3, 6, 9, 12, 15, 18, 21, 24, 30, 36, 42, 48, 54, 60, 66
dan 72 bulan. Bila orang tua datang dengan keluhan anaknya mempunyai masalah
tumbuh kembang pada usia anak diluar jadwal skrining, maka gunakan KPSP untuk
usia skrining terdekat yang lebih muda.
1. Alat yang dipakai : Formulir KPSP menurut kelompok umur. Formulir KPSP
berisi 9-10 pertanyaan tentang kemampuan perkembangan yang telah dicapai anak,
petugas memeriksa/menanyakan kepada orang tua dan anak. Formulir KPSP tersedia
untuk untuk setiap kelompok umur anak dari 3 bulan hingga 72 bulan.
2. Interpretasi hasil KPSP : bila jawaban "Ya" mencapai 9-10 berarti
perkembangan anak SESUAI dengan tahap
perkembangannya, bila jawaban "Ya" berjumlah 7-8 berarti perkembangan
anak MERAGUKAN, sedangkan bila jawaban "Ya" berjumlah 6 atau kurang berarti
kemungkinan ada PENYIMPANGAN perkembangan anak.
Bila
perkembangan anak sesuai umur atau (S), lakukan tindakan sebagai berikut:
1. Beri pujian kepada ibu karena telah mengasuh anaknya dengan baik.
2. Teruskan pola asuh anak sesuai tahap perkembangan anak.
3. Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat, sesering, sesuai dengan umur
dan kesiapan anak.
4. Ikutkan anak pada kegiatan penimbangan dan pelayanan kesehatan di posyandu
secara teratur sebulan sekali dan setiap ada kegiatan Bina Keluarga Balita.
Jika anak sudah memasuki usia prasekolah (36- 72 bulan), anak dapat diikutkan pada
kegiatan kelompok bermain dan TK.
5. Lakukan pemeriksaan rutin menggunakan KPSP setap 3 bulan pada berumur
kurang dari umur 24 bulan dan setiap 6 bulan pada umur 24 bulan sampai 72
bulan.
Bila perkembangan anak meragukan (M), lakukan tindakan
berikut:
1. Beri petunjuk kepada ibu agar melakukan stimulasi perkembangan pada anak
lebih sering lagi, setiap saat dan sesering mungkin.
2. Ajarkan ibu cara melakukan intervensi stimulasi perkembangan anak untuk
mengatasi penyimpanan/ mengejar ketinggalannya.
3. Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit
yang menyebabkan penyimpangan/ mengejar ketinggalannya.
4. Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk mencari kemungkinan adanya penyakit
yang menyebabkan penyimpangan perkembangannya.
5. Lakukan penilaian ulanh KPSP 2 minggu kemudian dengan menggunakan daftar
KPSP yang sesuai dengan umur anak.
6. Jika hasil KPSP ulang jawabannya “ya” tetap 7 atau 8 maka kemungkinan ada
penyimpanga (P).
7. Bila tahapan perkembangan terjadi penyimpangan (P), lakukan tindakan sbb:
Rujuk ke RS, dengan menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan perkembangan (gerak kasar, gerak halus, bicara, bahasa, sosialisasi dan kemanidirian)
Rujuk ke RS, dengan menuliskan jenis dan jumlah penyimpangan perkembangan (gerak kasar, gerak halus, bicara, bahasa, sosialisasi dan kemanidirian)
b)
Tes Daya Dengar (TDD)
·
Tujuan tes ini untuk
menemukan gangguan pendengaran sejak dini agar dapat segera ditindaklanjuti
untuk meningkatkan kemampuan daya dengar dan bicara anak. Jadwal TDD setiap 3
bulan pada bayi (usia kurang dari 12 bulan), dan setiap 6 bulan pada anak usia
12 bulan keatas.
·
Jadwal : setiap 3 bulan
pada bayi kurang dari 12 bulan dan setiap 6 bulan pada anak usia 12 bulan ke
atas. Tes ini dilakukan oleh tenaga kesehatan, guru TK, tenaga PAUD, dan
petugas terlatih lainnya.
1. Pemeriksa memakai alat/instrumen TDD menurut usia anak, gambar-gambar
binatang dan manusia serta mainan (boneka, cangkir, sendok dan bola). Pada anak
usia kurang dari 24 bulan, semua pertanyaan dijawab oleh orang tua/pengasuh, sedangkan
pada anak usia lebih dari 24 bulan, pertanyaan berupa perintah-perintah kepada
anak melalui orang tua/pengasuh untuk
dikerjakan anak. Pemeriksa mengamati dengan teliti kemampuan anak dalam melakukan
perintah yang diinstruksikan oleh orang tua/pengasuh. Jawaban 'Ya' bila anak dapat melakukan yang diperintahkan, jawaban
'Tidak' bila anak tidak adapat atau tidak mau melakukan
perintah
2. Interpretasi hasil pemeriksaan : Bila ada satu atau lebih jawaban
"Tidak" kemungkinan anak mengalami
gangguan pendengaran. Intervensinya: bila perlu pemeriksaan diulang 2 minggu kemudian
untuk meyakinkan bahwa ada gangguan pendengaran. Anak dirujuk ke Rumah Sakit
bila diduga mengalami gangguan pendengaran
c) Tes Daya
Lihat (TDL)
·
Tujuan tes ini untuk
menemukan gangguan/kelainan daya lihat anak sejak dini agar dapat segera
ditindaklanjuti sehingga kesempatan memperoleh ketajaman daya lihat menjadi
lebih besar. Jadwal TDL setiap 6 bulan pada anak usia pra-sekolah (36-72
bulan).
·
Jadwal : dilakukan
setiap 6 bulan pada anak usia prasekolah umur 36- 72 bulan. Tes ini oleh tenaga
kesehatan, guru TK, petugas PAUD terlatih.
1. Alat
yang diperlukan :
a. Ruangan yang
bersih, tenang dengan penyinaran yang baik.
b. Dua buah
kursi , satu untuk anak, satu untuk pemeriksa.
c. Poster “E”
untuk digantung dari kartu “E” untuk dipegang anak.
d. Alat
penunjuk
2. Cara
melakukan tes daya lihat :
a. Pilih suatu
ruang bersih dan tenang dengan penyinaran yang baik.
b. Gantungkan
poster “E” setinggi mata anak pada posisi duduk.
c. Letakkan
sebuat kursi sejau 3 meter dari poster “E” mengahap ke poster “E”.
d. Letakkan
sebuah kursi lainnya disamping poster “E” untuk pemeriksa.
e. Pemeriksa
memerikan kartu “E” pada anak. Latih anak dalam mengarahkan kartu E menghadap
ke atas, bawah, kiri, kanan, sesuai ditunjuk pada poster “E” oleh pemeriksa,
beri pujian setiap kali anak mau melakukannya. Lakukan hal ini sampai anak
dapat mengarahkan kartu “E” dengan benar.
f. Selanjutnya
anak diminta menutup sebelah matanya dengan buku/ kertas
g. Denga alat
penunjuk, tunjuk huruf “E” pada poster satu- persatu mulai garis pertama sampai
garis ke empat atau garis “E” terkecil yang masih dapat dilihat.
h. Uji anak
setiap kali dapat mencocokan posisi kartu “E” yang dipegangnya dengan huruf “E”
pada poster.
i. Ulangali
pemeriksaan tersebut pad amata satunya dengan cara yang sama.
j. Setiap kali
anak mampu mencocokkan, berikan anak pujian.
3.
Interpretasi hasil pemeriksaan :
Bila anak tidak dapat
mencocokkan sampai baris ketiga Poster E dengan kedua matanya maka diduga anak
mengalami gangguan daya lihat. Untuk itu lakukan intervensi: Minta kepada orang
tua agar membawa anaknya untuk memeriksa ulang 2 minggu kemudian. Bila pada
pemeriksaan ulang 2 minggu kemudian didapati hasil yang sama maka kemungkinan
anak memang mengalami gangguan daya lihat. Selanjutnya pemeriksa menganjurkan
anak diperiksa ke Rumah Sakit dengan membawa surat rujukan yang berisi
keterangan mata yang mengalami gangguan (mata kiri, kanan atau keduanya).
Ada 4 aspek yang
dinilai dalam perkembangan:
Gerakan motorik kasar :
Aspek yang berhubungan
dengan pergerakan dan sikap tubuh, terutama melibatkan otot-otot besar seperti
duduk, berdiri, dll
Gerakan motorik halus :
Aspek yang berhubungan
dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang
melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil,
tetapi memerlukan koordinasi yang cermat.
Bahasa :
Kemampuan untuk
memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara spontan.
Sosialisasi dan kemandirian :
Aspek yang berhubungan
dengan kemampuan mandiri, bersoialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Perkembangan Gerak
kasar
Tengkurap bolak balik
Duduk tanpa pegangan
Berdiri berpegangan
Berdiri tanpa
berpegangan
Berdiri sendiri
Berjalan lancar
Lari
(Persentil 90 Denver
II)
5.4 bulan
6.8 bulan
8.5 bulan
11.6 bulan
13.7 bulan
14.9 bulan
19.9 bulan
Personal-sosial P 90
Tersenyum
spontan
Memasukan
mainan/ kue ke mulut
Bertepuk
tanganMelambaikan tangan (da-da)
Denver II
2.1 bulan
6.5 bulan
11.4 bulan
14 bulan
Gerak halus
Memegang
mainan
Memasukan
mainan ke cangkir
Mencoret-coret
Menumpuk
mainan
3.9 bulan
10.9 bulan
16.3 bulan
20.6 bulan
Perkembangan Bahasa /
bicara / komunikasi
Tertawa
Berteriak,
mengoceh
Memanggil
mama, papa
Bicara 2
kata
Bicara 6
kata
Menunjuk
gambar
P90 Denver II
3.1 bulan
4.3 bulan
13.3 bulan
16.5 bulan
21.4 bulan
23.6 bulan
ASPEK MENTAL EMOSIONAL
Deteksi dini penyimpangan mental emosional adalah
kegiatan atau pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya masalah mental
emosional,autisme dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas pada
anak,agar dapat segera dilakukan tindakan intervensi.
Ø Tujuan pemeriksaan
ini untuk menemukan secara dini adanya masalah mental emosional, autisme dan
gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktifitas pada anak agar dapat segera
dilakukan tindakan intervensi.
Ø Jadwal deteksi dini masalah mental emosional
adalah rutin setiap 6 bulan, dilakukan untuk anak yang berusia 36 bulan sampai
72 bulan. Jadwal ini sesuai dengan
jadwal skrining/pemeriksaan perkembangan anak.
Alat yang digunakan
untuk mendeteksi yaitu :
a. Kuesioner masalah mental emosional (KMME) Bagi anak umur 36 bulan-72 bulan
b. Ceklis autis anak pra sekolah Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) bagi
anak umur 18- 36 bulan.
c. Folmulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatiaan dan Hiperaktivitas
(GPPH) Menggunakan Abreviated Conner Ratting Scale Bagi ank umur 36 bulan
keatas.
A. Kuesioner masalah mental emosional (KMME) Bagi anak umur 36 bulan - 72 bulan
A. Kuesioner masalah mental emosional (KMME) Bagi anak umur 36 bulan - 72 bulan
Ø Tujuannya adalah untuk mendeteksi secara dini
adanya penyimpangan atau masalah mental emosional pada anak prasekolah.
Ø Jadwal deteksi dini masalah mental emosional
adalah rutin setiap 6 bulan pada anak umur 36-72 bulan.Jadwal ini sesuai dengan
jadwal skrining atau pemeriksaan perkembangan anak.
1. Alat yang digunakan adalah KMME yang terdiri dari 12 pertanyaan untuk
mengenali problem mental emosional anak umur 36-72 bulan.
2. Cara melakukan:
Tanyakan setiap® pertanyaan dengan lambat,jelas dan nyaring satu persatu perilaku yang tertulis pada KMME Kepada orang tua atau pengasuh anak.
Catat jawaban “Ya”,Kemudian hitung jumlah jawaban “YA”®
Tanyakan setiap® pertanyaan dengan lambat,jelas dan nyaring satu persatu perilaku yang tertulis pada KMME Kepada orang tua atau pengasuh anak.
Catat jawaban “Ya”,Kemudian hitung jumlah jawaban “YA”®
3. Interpretasi:
Bila ada jawaban “YA”,Maka kemungkinan anak mengalami masalah mental emosional.
Bila ada jawaban “YA”,Maka kemungkinan anak mengalami masalah mental emosional.
Bila jawaban “ya” hanya 1 :
a. Lakukan konseling kepada orang tua menggunakan Buku Pedoman Pola Asuh yang
memdukung Perkembangan Anak
b. Lakukan evaluasi setelah 3 bulan, bila tidak ada perubahan rujuk ke Rumah
Sakit yang memiliki fasilitas kesehatan jiwa atau tumbuh kembang anak.
Bila jawaban “ya” ditemukan 2 atau lebih : Rujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas kesehatan jiwa atau tumbuh kembang anak.Rujukan harus disertai informasi mengenai jumlah dan masalah mental emosional yang ditemukan.
Bila jawaban “ya” ditemukan 2 atau lebih : Rujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas kesehatan jiwa atau tumbuh kembang anak.Rujukan harus disertai informasi mengenai jumlah dan masalah mental emosional yang ditemukan.
B. Ceklis autis anak pra sekolah Checklist for Autism in Toddlers (CHAT) bagi anak umur 18-36 bulan.
Ø Tujuanya adalah untuk mendeteksi secara dini
adanya autism pada anak umur 18-36 bulan.
Ø Jadwal deteksi dini autism pada anak
prasekolah dilakukan atas indikasi atau bila ada keluhan dari ibu atau pengasuh
anak atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB, petugas PAUD, pengolah
TPA dan guru TK.
Keluhan tersebut dapat
berubah berupa salah satu atau lebih keadaan di bawah ini :
a. Keterlambatan bicara.
b. Gangguan komunikasi atau interaksi sosial.
c. Perilaku yang berulang-ulang.
1. Alat yang digunakan adalah CHAT.CHAT ini ada dua jenis pertanyaan, yaitu :
a. Ada 9 pertanyaan yang dijawab oleh orang tua pengasuh anak.
Pertanyaan diajukan secara berurutan, satu persatu. Jelaskan kepada orang tua untuk tidak ragu-ragu atau takut menjawab.
Pertanyaan diajukan secara berurutan, satu persatu. Jelaskan kepada orang tua untuk tidak ragu-ragu atau takut menjawab.
b. Ada 5 pertanyaan bagi anak, untuk melaksanakan tugas seperti yang tertulis
CHAT.
2. Cara menggunakan CHAT
a. Ajukan pertanyaan dengan lambat, jelas dan nyaring, satu-persatu perilaku
yang tertulis pada CHAT kepada orang tua atau pengasuh anak.
b. Lakukan pengamatan kemampuan anak sesuai dengan tugas CHAT.
c. Catat jawaban orang tua atau pengasuh anak dan kesimpulan hasil pengamatan
kemampuan anak, ya atau tidak.Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah
dijawab.
3. Interpretasi
a. Resiko tinggi menderita autis : bila jawaban “tidak” pada pertanyaan A5,
A7, B2, B3 dan B4.
b. Resiko rendah menderita autis : bila jawaban “tidak” pada pertanyaan A7 dan
B4.
c. Kemungkinan gangguan perkembangan lain : bila jawaban “tidak” jumlahnya 3
atau lebih untuk pertanyaan A1-A4, A6, A8, A9, B1 dan B5.
d. Anak dalam batas normal bila tidak termasuk dalam kategori 1,2,dan 3.
4. Bila anak resiko menderita autis atau kemungkinan ada gangguan
perkembangan, rujuk ke rumah sakit yang memiliki fasilitas kesehatan
jiwa/tumbuh kembang anak.
C. Folmulir deteksi dini Gangguan Pemusatan Perhatiaan dan Hiperaktivitas (GPPH) Menggunakan Abreviated Conner Ratting Scale Bagi ank umur 36 bulan keatas.
Ø Tujuanya adalah untuk mengetahui secara dini
pada anak adanya GPPH pada anak umur 36 bulan ke atas.
Ø Jadwal deteksi dini GPPH pada anak prasekolah
dilakukan atas indikasi atau bila ada keluhan dari orang tua atau pengasuh anak
atau ada kecurigaan tenaga kesehatan, kader kesehatan, BKB, petugas PAUD,
pengelola TPA dan guru TK.Keluhan tersebut dapat berupa salah satu atau lebih keadaan
di bawah ini :
·
Anak tidak bisa duduk
tenang
·
Anak selalu bergerak
tanpa tujuan dan tidak mengenal lelah
·
Perubahan suasana hati
yang mendadak atau impulsif
1. Alat yang digunakan adalah formulir deteksi dini GPPH formulir ini terdiri
dari 10 pertanyaan yang ditanyakan kepada orang tua atau pengasuh anak atau
guru TK dan pertanyaan yang perlu pengamatan pemeriksa.
2. Cara menggunakan formulir deteksi dini GPPH :
·
Ajukan pertanyaan
dengan lambat, jelas dan nyaring, satu-persatu perilaku yang tertulis pada
formulir deteksi dini GPPH. Jelaskan kepada orang tua atau pengasuh anak untuk
tidak ragu-ragu atau takut menjawab.
·
Lakukan pengamatan
kemampuan anak sesuai dengan pertanyaan pada formulir deteksi dini GPPH.
·
Keadaan yang ditanyakan
atau diamati ada pada anak dimanapun anak berada, misal ketika di rumah, sekolah, pasar, toko, dan lain-lain.Setiap saat dan
ketika anak denngan siapa saja.
·
Catat jawaban dan hasil
pengamatan perilaku anak selama dilakukan pemeriksaan. Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah
dijawab.
3. Interpretasi
Beri nilai pada masing-masing jawaban sesuai dengan bobot nilai berikut ini dan jumlahkan nilai masing-masing jawaban menjadi nilai total.
Beri nilai pada masing-masing jawaban sesuai dengan bobot nilai berikut ini dan jumlahkan nilai masing-masing jawaban menjadi nilai total.
·
Nilai 0 : jika keadaan
tersebut tidak ditemukan pada anak
·
Nilai 1 : jika keadaan
tersebut kadang-kadang ditemukan pada anak
·
Nilai 2 : jika keadaan
tersebut sering ditemukan pada anak
·
Nilai 3 : jika keadaan
tersebut selalu ada pada anak.
Bila nila total 13 atau lebih anak kemungkinan dengan GPPH.
Bila nila total 13 atau lebih anak kemungkinan dengan GPPH.
4. Intervensi :
a. anak dengan kemungkinan GPPH perlu dirujuk ke RS yang memiliki fasilitas
kesehatan jiwa/ tumbuh kembang anak.
b. bila nilai total kurang dari 1 tetapi anda ragu- ragu jadwalkan pemeriksaan
ulang 1 bulan kemudian. ajukan pertanyaan kepada orang- orang terdekat dengan
anak.
Deteksi Dini Tumbuh
Kembang Anak
Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak adalah kegiatan/pemeriksaan untuk
menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita dan anak
pra-sekolah. Deteksi perlu dilakukan secara dini sebab semakin dini ditemukan
penyimpangannya maka semakin mudah dilakukan intervensi untuk perbaikannya,
selain itu tenaga kesehatn mempunyai waktu dalam menyusun rencana tindakan/intervensi yang tepat. Bila
penyimpangan terlambat diketahui maka intervensi untuk perbaikannya lebih sulit
dilakukan.
Ada 3 macam deteksi
dini tumbuh kembang anak:
- Deteksi dini penyimpangan pertumbuhan, untuk mengetahui status gizi anak, misal: gizi kurang, gizi buruk, gizi berlebih, dll.
- Deteksi dini penyimpangan perkembangan, untuk mengetahui adanya gangguan perkembangan anak, misal: gangguan bicara, gangguan daya dengar, gangguan daya lihat, dll.
- Deteksi dini penyimpangan mental emosional, untuk mengetahui adanya masalah mental emosional, autisme, gangguan pemusatan perhatian, hiperaktifitas, dll.
Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak
Yang dimaksud intervensi dini adalah serangkaian tindakan tertentu yang
dilakukan orang tua, pengasuh atau pendidik pada anak usia dini yang
perkembangan kemampuannya menyimpang karena tidak sesuai dengan usianya. Tujuan
intervensi dini untuk mengoreksi, memperbaiki dan mengatasi masalah
penyimpangan perkembangan sehingga anak dapat tumbuh dan berkembang optimal
sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Penyimpangan perkembangan anak dapat terjadi pada salah satu atau lebih
kemampuan dasar anak yaitu: kemampuan gerak kasar, kemampuan gerak halus,
kemampuan bicara dan bahasa, serta kemampuan sosialisasi dan kemandirian.
Intervensi dini dilakukan bila hasil pemeriksaan deteksi dini perkembangan anak
menggunakan Kuesioner Pra Skrining Pertumbuhan (KPSP) didapatkan hasil yang
meragukan (M) yang mengindikasikan kemampuan anak tidak sesuai dengan usianya.
Intervensi berupa pemberian petunjuk kepada orang tua agar menyetimulasi
anaknya dan mengajari cara melakukan stimulasi yang benar serta menganjurkan
melakukan pemeriksaan kesehatan anak untuk mencari adanya penyakit yang dapat
menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang anak. Orang tua diminta datang membawa
anaknya 2 minggu kemudian. Setelah orang tua melakukan stimulasi di rumah
selama 2 minggu, petugas melakukan penilaian kembali memakai KPSP serta
evaluasi lainnya (tentang evaluasi intervensi perkembangan akan dibahas pada
tulisan tersendiri).
Waktu yang tepat untuk melakukan intervensi dini adalah sesegera mungkin
setelah diketahui anak memiliki penyimpangan tumbuh kembang karena waktu
terbaik adalah ketika anak belum berusia lima tahun, bila terlambat maka sulit
mengoreksinya. Seperti telah dikemukakan di atas bahwa masa lima tahun pertama
kehidupan anak (balita) merupakan “Masa Keemasan (golden period) atau
Jendela Kesempatan (window opportunity), atau Masa Kritis (critical
period)”, maka periode itu harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk
memperbaiki penyimpangan.
Rujukan Dini Tumbuh
Kembang Anak
Rujukan diperlukan jika masalah/penyimpangan perkembangan anak tidak dapat
ditangani meskipun sudah dilakukan tindakan intervensi. Rujukan penyimpangan
tumbuh kembang dilakukan secara berjenjang sebagai berikut :
a) Tingkat keluarga dan masyarakat
Keluarga dan masyarakat
(orang tua, anggota keluarga lainnya dan kader) dianjurkan
untuk membawa anak ke tenaga kesehatan di Puskesmas dan jaringan atau Rumah
Sakit. Orang tua perlu diingatkan membawa catatan pemantauan tumbuh kembang buku KIA.
untuk membawa anak ke tenaga kesehatan di Puskesmas dan jaringan atau Rumah
Sakit. Orang tua perlu diingatkan membawa catatan pemantauan tumbuh kembang buku KIA.
b) Tingkat Puskesmas dan jaringannya
Pada rujukan dini,
bidan dan perawat di posyandu, Polindes, Pustu termasuk Puskesmas keliling,
melakukan tindakan intervensi dini penyimpangan tumbuh kembang sesuai standar
pelayanan yang terdapat pada buku pedoman. Bila kasus penyimpangan tersebut
ternyata memerlukan penanganan lanjut, maka dilakukan rujukan ke tim medis di
Puskesmas.
c) Tingkat Rumah Sakit Rujukan
Bila kasus penyimpangan
tersebut tidak dapat di tangani di Puskesmas maka perlu dirujuk ke Rumah Sakit
Kabupaten yang mempunyai fasilitas klinik tumbuh kembang anak dengan dokter
spesialis anak, ahli gizi serta laboratorium/pemeriksaan penunjang diagnostic.
Rumah Sakit Provinsi sebagai tempat rujukan sekunder diharapkan memiliki klinik
tumbuh kembang anak yang didukung oleh tim dokter spesialis anak, kesehatan
jiwa, kesehatan mata, THT, rehabilitasi medik, ahli terapi, ahli gizi dan
psikolog
Langganan:
Postingan (Atom)